Engkau Habiskan Dengan Apa Masa Mudamu?


By Oki Setiana Dewi




Langit, hujan, bintang sepertiga malam, senja yang merah memukau, pagi yang dingin dan sejuk, angin semilir, rasanya terlalu banyak hal indah yang kutatap setiap harinya sebagai tanda kekuasaan Allah. Kalau sudah begitu, rasanya cinta dan rindu padaNya begitu menggebu-gebu.

Banyak hal yang ingin kulakukan untuk mengobatinya. Andai saja aku mampu menggunakan setiap detik nafasku untuk terus mengagumi dan memujaNya. Aku ingin menjadi lebih baik, dan selalu ingin menjadi lebih baik, walau sebagai manusia aku pasti lebih banyak lupa daripada ingatnya, lebih banyak bikin dosa daripada menabung pahala. Aku selalu cemburu dan iri bila bertemu dengan mereka yang begitu taat dan cinta pada Allah. Ya, karena aku selalu berfikir orang-orang seperti mereka pasti sangat disayang Allah, pasti Allah lebih sayang mereka daripada aku, mereka begitu mendekat pada Allah, dan Allah pasti akan seribu kali lebih mendekat lagi pada mereka. Sedangkan aku? Berbuat maksiat saja masih sering kulakukan.

Hari ini aku menyengajakan diri untuk bersilaturahim ke sebuah tempat yang sesungguhnya sejak lama ingin kudatangi. Tempat itu bernama rumah Qur’an. Rumah itu terletak di antara rumah warga lainnya. Sekilas tak ada yang spesial dengan rumah itu. Rumah itu begitu sederhana. Namun yang membedakan dan membuatnya berbeda dengan rumah-rumah lainnya tentu saja ayat-ayat suci Al Qur’an yang terlantun tiada henti dari bibir para gadis yang menempati rumah ini.

Begitu aku tiba, aku sudah bisa menyaksikan para gadis yang memegang mushaf dan menghafalkannya. Hatiku berdesir, rasa iri muncul begitu saja. Ternyata itu belum apa-apa, ketika aku memasuki rumah Qur’an, kesibukkan menghafal Qur’an terlihat semakin jelas. Ada sekitar 25 gadis yang berkomat kamit sembari memegang mushaf. Allah...

Di rumah itu terdapat empat kamar dan 1 ruang tamu yang dialasi karpet,  yang kira-kira berukuran 3x5 meter. Aku melihat sekilas di pintu setiap kamar tertulis nama para penghuni kamar. Aku baru tahu, setiap kamar yang begitu kecil itu dihuni sekitar 5-7 orang.

Tiba-tiba saja aku menjadi tak enak sendiri. Aku khawatir kehadiranku akan menganggu dan membuang waktu mereka dalam menghafal. Karena aku tahu sehari minimal mereka harus menghafal dan menyetorkan satu halaman Al-Qur’an.  Sedangkan mereka adalah mahasiswi yang tentu  memiliki waktu yang tidak terlalu banyak untuk itu. Mereka masih harus menyelesaikan tugas-tugas kampus dan sebagainya. Kedatanganku tentulah akan menyita waktu mereka. Berulang kali aku meminta maaf dan berulang kali pula para bidadari bumi itu mengatakan aku tak perlu meminta maaf dengan terus memberikan senyum teduh mereka. Sekitar setengah jam aku berbincang dengan mereka aku memutuskan untuk pamit pulang.

Dalam perjalan pulang bayang mereka hadir satu persatu di benakku. Lantunan ayat suci Allah tiba-tiba saja teringiang dan berputar di pikiranku. Aku hanyut dalam pertanyaan batinku sendiri. Bila suatu saat nanti Allah bertanya pada mereka, digunakan untuk apa masa muda mereka, mereka akan bisa menjawabnya tanpa ragu. Dan bagaimana denganku? Aku pasti akan sangat malu pada Allah jika harus mengatakan bahwa aku tak melakukan apa-apa ketika aku masih muda. Bahwa aku tak melakukan hal apapun yang bisa mendekatkan diriku padaNya.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Allah memang tak menanyakan masa tua, tetapi masa muda. Di saat semangat masih membara, potensi masih bisa untuk terus diasah, dan peluang meraih cita masih luas membentang.  Dalam hidup setiap orang yang mengais rezeki berupa uang akan menabung demi alasan kebahagiaan di masa depan. Bisa dicek berapa banyak orang yang punya rekening di bank. Ada yang banyak, ada yang sedikit, namun rata-rata hampir setiap warga kita khususnya para penghuni kota tentunya memiliki sejumlah rekening di bank untuk menabung. Lalu bagaimana dengan arti hidup yang sesungguhnya. Yang sesungguhnya hanyalah tempat singgah untuk mencari bekal perjalanan abadi kita di akhirat nanti. Yang sesungguhnya adalah waktu menabung untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka sesungguhnya akhirat adalah masa depan kita yang sesungguhnya. Yang telah tertulis dan termaktub sebagai janji Allah bagi ummat manusia.

Masih terbayang dalam benakku bagaimana para gadis di rumah al-quran itu begitu antusias menghafal kata demi kata dalam Al-Quran dengan kesungguhan dan ketekunan. Seketika rasa iri kembali hadir dalam benakku. Betapa beruntungnya mereka, orang-orang yang dalam seusia itu telah menyadari bahwa kelak akan ada pertanyaan yang Allah berikan mengenai masa muda. Masa muda yang tidak di isi dengan bergelimang dalam kehidupan dunia yang fana dan membuat Allah murka tetapi masa muda yang diisi dengan menabung amal untuk membuat mendapatkan naungan Allah di akhirat kelak. Betapa indahnya masa muda mereka yang dengan bibir basah menyebut Asma Allah setiap saat, bahkan menghafal ayat-ayat cinta Allah dengan sebegitu tekun dan sabar.


Baginda Rasulullah SAW bersabda: ”Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula; seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’; orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim).


Allah sepertinya tak henti membuatku untuk terus merenung. Ketika beberapa hari setelah kunjunganku ke rumah Qur’an, aku diundang suatu daerah untuk membicarakan masalah kenakalan remaja. Aku mendapat kenyataan bahwa lebih dari 50 persen remaja di sana sudah tidak lagi perawan. Astagfirullah, sebegitu buruknyakah wajah generasi penerus masa depan? Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi pemuda kebanggaan ummat jika menjaga diri sendiri saja tidak mampu mereka lakukan. Padahal musuh mereka hanya satu, hawa nafsu.

Seorang pembicara menyampaikan materinya dengan menahan air mata sambil terus menyampaikan data persentase remaja yang tidak lagi perawan dan para remaja yang melakukan aborsi. Tiba-tiba saja aku teringat akan adik-adik yang kutemui di sebuah yayasan penampung anak-anak yatim dan berkebutuhan khusus beberapa waktu lalu. Anak –anak yang dibuang kedua orang tua yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja disingkirkan karena mereka cacat, mungkinkah sebagian dari mereka adalah bayi-bayi hasil hubungan para remaja yang sanggup berbuat namun tak sanggup bertanggungjawab? Entahlah… hanya Allah yang tahu semua itu.

Rahim yang dianugerahi Allah pada wanita adalah tempat suci yang melahirkan makhluk-makhluk Allah yang suci. Aborsi, zina, adalah hal yang menodai kesuciannya, kesucian rahim, dan kesucian fitrah perempuan itu sendiri. Sebuah hubungan yang haram terjadi telah menodai apa yang seharusnya begitu di agungkan. Rahim terlalu agung untuk diperlakukan seperti itu, dizinahi bahkan sampai dengan membunuh janin mungil tak berdosa yang tengah tumbuh.

Mungkin itulah sebab Allah memberikan balasan yang begitu indah bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena masa muda adalah masa pada saat saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat anak manusia. Apa yang dilakukan seseorang di masa mudanya akan menentukan masa depannya.  Pemuda yang terlena dengan masa mudanya  maka akan habis di masa tuanya. Pada akhirnya nanti rasa menyesallah yang datang mendera.

Sebagian orang mungkin  berpendapat  bahwa masa muda adalah masa bersantai dan berfoya-foya, menikmati semua kenikmatan dunia, lalu masa tua adalah masa bertaubat, berhenti dari semua hal yang buruk lalu berjalan tertatih menuju perbaikan? Sungguh begitu salah pemikiran seperti itu, sebab umur manusia tak ada yang tahu kapan akan berhenti, ia kalau kita sempat bertaubat, kalau tidak? Bukankah lebih tenang hidup kita jika telah menabung kebaikan sejak dini, hingga kapanpun Allah memangggil kita, kita siap dengan bekal yang telah kita persiapkan jauh-jauh hari.

An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”Dalam hal ini orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya. Subhanallah, Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah pada hambaNya. Ia begitu mengerti apa yang terdetik di dalam hati, lalu jika demikian masihkah kita enggan melakukan kebaikan dari sekarang? Masihkah kita menunda-nunda amal kebajikan.

Ketika muda, kita sering mengabaikan dan tidak menyadari bagaimana berharganya hidup yang Allah berikan pada kita, bukankah hidup sebuah anugrah besar yang sangat berharga? Sepertin namanya, anugrah, berarti ia adalah suatu hal yang luar biasa istimewa yang merupakan hadiah kasih sayang Allah bagi manusia. Allah menciptakan kita berawal dari segumpal tanah yang menjadi segumpal darah.  Lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, yang dalam beberapa bulan lahir dari perut sang ibu dalam keadaan menggigil kedinginan, begitu kecil dan rapuh. Setelah itu kita tumbuh menjadi seorang anak balita yang sehat dan dalam beberapa tahun tumbuh menjadi seorang remaja yang mulai mencari jati diri. Beranjak dewasa, kita semakin kuat dan matang. Fase inilah yang merupakan fase puncak dimana kekuatan kita penuh untuk bisa digunakan bekerja keras, akal kita sehat untuk berfikir hal-hal yang begitu rumit, raga kita kokoh dan sehat. Namun beberapa puluh tahun kemudian, semakin keriputlah kulit kita disertai dengan rambut memutih dan tulang yang perlahan keropos. Saat inilah kita kembali dalam keadaan fisik ketika kita pertama kali dilahirkan, lemah, rapuh dan tak berdaya.

Hitungan puluhan tahun adalah waktu yang terlalu singkat jika tidak kita manfaatkan dari sekarang untuk melakukan kebaikan. Jika di masa muda kita terbiasa dengan hal-hal yang melenakan, bukannya tidak mungkin kita takkan pernah memulai untuk berbuat kebaikan dan akan selalu menunda menabung pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah lebih indah jika kala muda kita berjuang keras mencari nafkah lalu menikmatinya di masa tua, semua hasil kerja keras kita. Demikian halnya dengan beribadah, alangkah indahnya menjadi pemuda soleh yang taat dan patuh pada Allah, hingga saat tua nanti, Allah menghadiahkan kita pahala seperti apa yang kita kerjakan di masa muda.

Wahai Allah ….
jadikanlah kami pemuda-pemudi yang taat dan patuh padaMu, yang dihatinya tertanam rasa takut dan cinta kepadaMu, yang terjaga sikap dan tingkah lakunya, yang sanggup menopang amanah dan menjaga fitrah…

وَالْعَصْرِ ١
إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ٢
إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ٣

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

0 Response to "Engkau Habiskan Dengan Apa Masa Mudamu?"

Posting Komentar